Mengenali Kelupi Alat Tradisional Suku Dayak Desa Wisata Setulang Malinau

muzweek.net – Melestarikan dan memakai beberapa benda tradisionil atau kebudayaan warisan beberapa nenek moyang sebelumnya, memanglah bukan hal yang gampang untuk dilaksanakan kembali di zaman serba tehnologi ini.

Dapat disebutkan, kekayaan tradisionional di sebagian besar wilayah di Indonesia, hampir terkikis zaman. Walau sebenarnya, melestarikan semuanya mempunyai nilai riwayat dan imbas filosofi yang tinggi dan memperoleh azas faedahnya.

Saat kita menyempatkan diri sesaat, selanjutnya merefleksi kehidupan manusia Indonesia di zaman disruptif sekarang ini. Sebetulnya, ada ketidak konsistenan di antara aktifasi kehidupan yang serba hebat, dengan konsep lahiria yang terjaga sebagai warga tradisi. Kita tahu jika, Indonesia sebagai salah satunya negara yang mempunyai kekayaan budaya dan beberapa ribu suku.

Berdasar data yang di-launching Tubuh Pusat Statistik (BPS) di tahun 2010 yang dibuat lewat Sensus Warga (SP). Jumlah suku bangsa di Indonesia sekitar 1.340. Dari jumlahnya itu, komunitas suku bangsa paling banyak berada di Pulau Jawa, yaitu sejumlah 41%. Sementara banyak daerah yang lain cuman sekitar beberapa ratus. BPS melaunching, salah satunya pemicu suku di Indonesia yang belumlah jelas identitasnya karena peralihan warga sampai percampuran budaya di suatu wilayah tertentu.

Mempunyai suku bangsa sekitar itu, bukan hanya membuat senang sebagai sisi dari masyarakat negara Indonesia. Tetapi yang lebih bernilai ialah, bagaimana tiap kearifan lokal yang berada di dalamnya selalu terlindungi, dan turut melestarian kekayan tradisionil yang dipunyai masing-masing suku.

Untuk mendapati konservasi tradisionil di beberapa kota besar kemungkinan termasuk nyaris musnah. Umumnya hal tersebut kita dapatkan cuman di saat peristiwa tertentu seperti festival budaya atau karnaval. Bahkan juga, di perdesaan juga, secara perlahan-lahan mulai turun intensif itu. Tetapi bila kita mencari beberapa daerah yang jarang-jarang terjamah teknologoisasi, sebetulnya warga tetap melestarikan beberapa alat tradisionilnya.

Langkah Memakai Alat Tradisionil Kelupi

Langkah Memakai Alat Tradisionil Kelupi – Bila di zaman saat ini, semua keperluan pangan yang kita konsumsi dibuat lewat tehnologi hebat. Tetapi kita akan menyaksikan suatu hal yang lain dan kemungkinan belum kita dapatkan awalnya bila bertandang ke Kalimantan Utara.

Ialah Kelupi yang disebut alat tradisionil yang dilestarikan di Dusun Rekreasi Setulang, Malinau, Kalimantan Utara. Antiknya, warga di dusun di tempat tetap melestarikan warisan beberapa nenek moyang mereka sampai sekarang ini. Kelupi sendiri perannya untuk memerah tebu dengan memakai alat tradisionil murni tanpa terlibat tehnologi apa saja. Untuk menyaksikan proses memerah tebu ini langsung, kemungkinan cuma dapat kita dapatkan di Dusun Rekreasi Setulang ini.

Secara fisik, Kelupi sendiri ialah alat tradisionil yang lumayan besar dan berat. Untuk produksi tebu memakai Kelupi memerlukan sekitaran 5-7 orang. Hal tersebut karena Kelupi dibuat dari tangkai pohon yang utuh. Selainnya tangkai pohon itu, ada juga beberapa potongan kayu yang ada di badan pohon yang perannya sebagai tuas pemutar untuk memerah tebu. Menurut masyarakat Dusun Rekreasi Setulang yang dikutip dari Daya tarik Indonesia, kayu memiliki ukuran panjang itu sebagai kayu ulin yang populer sebagai material dasar untuk membikin Kelupi.

Sepanjang proses produksi tebu memakai Kelupi. Ada kerifan lokal yang lain yang turut dilestarikan warga di tempat dalam kurun waktu bertepatan. Yakni, musik dan tarian tradisionil. Nach, bila berpeluang berkunjung dusun rekreasi itu, pengunjung disuguhi dengan nyanyian beberapa lagu wilayah, bisa juga sekalian melihat tarian-tarian yang tidak kalah antiknya. Kombinasi di antara produksi tebu memakai Kelupi, musik dan tarian tradisionil ini, mempunyai tujuan untuk melipur beberapa pemeras. Segi pembelajarannya, kita akan menyaksikan bagaimana situasi kekerabatan dan kebersama-samaan betul-betul dirasa warga dengan penuh senang.

Demikianlah warga dusun yang belum tercemar oleh pencampuran budaya barat di pusat kota. Tidak dapat disangkal, untuk nikmati situasi seperti pada Dusun Rekreasi Setulang ini, kemungkinan telah jarang-jarang kita dapatkan di Indonesia. So, bila kita berasa capek dengan hingar-bingar di pusat kota, kemungkinan dusun tempat menetapnya 230 suku Dayak Kenyah ini, dapat menjadi satu diantara tempat favorite untuk didatangi.

Usaha Melestarikan Kelupi

Usaha Melestarikan Kelupi – Dibalik kekhasan dan keunikan tertentu dari Kelupi tebu ini. Ternyata sedikit terkenal warga Indonesia. Ditambah lagi warga suku Dayak. Oleh karenanya, Pemerintahan Kabupaten Malinau, Propinsi Kalimantan Utara memandang, Kelupi Tebu sebagai salah satunya alat tradisionil yang penuh arti hingga penting untuk dilestarikan kembali. Usaha dari pemerintahan di tempat supaya, warga suku Dayak, terutamanya di dusun rekreasi Setulang memiliki semangat dan loyalitas untuk melestarikan kelupi tebu ini.

Salah satunya langkah untuk selalu melestarikan kelupi tebu ialah lewat pertunjukan rekreasi. Gabungan di antara kekuatan pariwisata di Kalimantan Utara dengan alat tradisionil itu, menjadi daya magnet warga di tempat. Tetapi tidak itu saja, pemerintahan Kabupaten Malinau mempunyai pengembangan yang lain. Misalkan, menghasilkan gula pasi memakai kelupi yang sudah pasti dilaksanakan secara tradisionil. Hasil produksi gula pasir ini sebetulnya tidak diperjualbelikan ke luar kota. Pemerintahan di tempat cuman inginkan penduduknya manfaatkan produksi gula untuk keperluan setiap hari. Selainnya warga, hasil produksi itu dipakai untuk keperluan di beberapa kantor kabupaten.

Sepintas mengenai masyarakat Dayak Kenyah yang bermula dari riwayat, mereka menetap pada sebuah wilayah namanya Long Sa’an. Di daerah terasing di Kalimantan Utara itu tadi asal mula masyarakat Dayak Kenyah berasal, jika dipandang memang kehidupan mereka awalnya jauh dari peradaban manusia. Wilayah Long Sa’an sendiri secara letak geografis bersebelahan langsung dengan negara tetangga Malaysia.

Tetapi sampai sekarang ini, masyarakat Dayak Kenyah tak lagi tempati wilayah itu. Sekitaran 50 tahun lalu, mereka memilih untuk tinggalkan Long Sa’an dengan argumen jauh dari peradaban manusia. Untuk dapat keluar Long Sa’an dan cari lingkungan yang lebih terbuka, mereka harus tempuh perjalanan yang lumayan panjang di tengah-tengah rimba Kalimantan Utara. Sampai pada akhirannya, masyarakat Dayak Kenyah ini meneruskan kehidupan mereka di Sungai Setulang sampai sekarang ini. Walau sudah lakukan migrasi dari Long Sa’an, tidak berarti turut melepas beragam riwayat warisan beberapa nenek moyang. Loyalitas untuk selalu melestarikan kearifan lokal wilayahnya itu tetap tertancap pada diri mereka masing-masing, satu diantaranya alat tradisionil kelupi tebu itu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *