Sisingaan Ialah Satu Kesenian Ciri Khas Warga Sunda (Jawa Barat)

muzweek.net – Sisingaan ialah satu kesenian ciri khas warga Sunda (Jawa Barat) yang tampilkan 2-4 boneka singa yang digotong oleh beberapa pemainnya sekalian menari.

Di atas boneka singa yang digotong itu umumnya duduk seorang anak yang hendak dikhitan atau seorang figur warga. Ada banyak versus mengenai asal mula kesenian yang berkembang dan tumbuh di kelompok masyarakat Jawa Barat ini. Versus pertama menjelaskan jika sisingaan ada sekitaran tahun 70-an. Saat itu di anjungan Jawa Barat di TMII diperlihatkan kesenian gotong singa atau sisingaan yang memiliki bentuk masih simpel. Dan, dari performa di anjungan Jawa Barat itu selanjutnya kesenian sisingaan jadi dikenali oleh warga sampai sekarang ini.

Versus ke-2 menjelaskan jika kesenian sisingaan dibuat sekitaran tahun 1840 oleh beberapa seniman yang dari wilayah Ciherang, sekitaran 5 km dari Kota Subang. Saat itu, Kabupaten Subang pernah jadi “punya” orang Belanda dan Inggris dengan membangun P dan T Lands. Ini mengakibatkan seakan-akan Subang jadi wilayah pemerintah double, karena secara diplomatis terkuasai oleh Belanda, tapi secara ekonomi ada di bawah dampak beberapa pebisnis P dan T Lands. Mengakibatkan, rakyat Subang jadi benar-benar menanggung derita. Pada keadaan seperti ini, kesenian sisingaan lahir sebagai satu wujud perlawanan rakyat pada ke-2 bangsa penjajah itu. Dan, untuk memperjelas jika kesenian sisingaan ialah satu wujud perlawanan, karena itu dipakai 2 buah boneka singa yang disebut simbol dari negara Belanda dan Inggris. Oleh karenanya, sampai ini hari dalam tiap permainan sisingaan selalu diperlihatkan minimum 2 buah boneka singa.

Dalam perubahan seterusnya, kesenian sisingaan tidak cuma menebar ke beberapa daerah lain di Kabupaten Subang, tetapi ke kabupaten-kabupaten lain di Jawa Barat, seperti Kabupaten Bandung, Purwakarta dan Sumedang. Selainnya menebar ke banyak daerah, kesenian ini alami perubahan, baik pada wujud pembaruan boneka singa, pengaturan tari, baju pemain, atau waditra dan beberapa lagu dimainkan.

Pemain
Beberapa pemain sisingaan biasanya ialah lelaki dewasa yang bergabung dalam sebuah barisan yang terdiri dari: delapan orang penggotong boneka singa (1 boneka dibopong oleh 4 orang), seorang pimpinan barisan, sebagian orang pemain waditra, dan satu atau 2 orang jajangkungan (pemain yang memakai kayu sejauh 3-4 mtr. untuk jalan). Beberapa pemain ini ialah beberapa orang yang memiliki ketrampilan khusus, baik pada menari atau mainkan waditra. Ketrampilan khusus itu perlu dipunyai oleh tiap pemain karena dalam sebuah atraksi sisingaan yang memiliki sifat kelompok dibutuhkan satu team yang kompak supaya semua gerak tari dimainkan sekalian menggotong boneka singa bisa sesuai dengan musik dimainkan oleh beberapa nayaga.

Tempat dan Perlengkapan Permainan
Kesenian sisingaan ini biasanya diperlihatkan di siang hari dengan berkeliling-keliling daerah di saat ada acara khitanan, menyongsong tamu agung, pengukuhan kades, perayaan hari kemerdekaan dan lain-lain. Durasi waktu sebuah pertunjukan sisingaan umumnya memerlukan waktu lumayan lama, tergantung dari luas atau tidak daerah yang hendak dikitari.

Perlengkapan yang dipakai di dalam permainan sisingaan ialah: (1) dua atau 4 buah usungan boneka singa. Kerangka dan kepala usungan boneka-boneka singa itu dibuat dari kayu dan bambu yang dibuntel dengan kain dan dikasih tempat duduk di atas punggungnya. Dan, untuk bulu-bulu yang berada di kepala atau ekor dibikin dari benang rafia. Sebagai catatan, dulu usungan yang berupa singa ini dibuat dari kayu dengan bulu-bulu dari kembang kaso dan umumnya dibikin secara kejutan di saat akan melangsungkan atraksi . Maka, dulu sisingaan tidak memiliki sifat tetap, tapi cuman sekali dipakai selanjutnya dibuang; (2) seperangkatan waditra yang terbagi dalam: 2 buah kendang besar (kendang indung dan kendang anak), sebuah terompet, 3 buah ketok (bonang), sebuah kentrung (kulanter), sebuah gong kecil, dan sebuah kecrek.; dan (3) baju pemain yang terbagi dalam: celana kampret/pangsi, iket barangbang semplak, pakaian taqwa dan alas kaki tarumpah atau salompak.

Atraksi Sisingaan

Atraksi sisingaan

Atraksi sisingaan – dengan diawali kalimat sambutan yang sudah dilakukan oleh pimpinan barisan. Sesudah pimpinan barisan memberi kata sambutan, baru anak yang hendak dikhitan atau figur warga yang hendak diarak dipersilakan untuk naiki boneka singa. Seterusnya, alat pendamping ditabuh dengan membawa beberapa lagu yang memiliki irama aktif sebagai pertanda diawalinya atraksi. Selanjutnya, beberapa delapan orang pemain mulai akan menggotong 2 buah boneka singa (satu boneka dibopong oleh empat orang).

Sesudah beberapa penggotong boneka singa siap, karena itu si pimpinan mulai akan memberi aba-aba supaya mereka mulai lakukan beberapa gerakan tarian secara serentak dan bertepatan. Beberapa penggotong boneka itu selekasnya lakukan beberapa gerakan akrobatis yang cukup mendebarkan. Beberapa gerakan tarian yang umum dimainkan oleh beberapa penggotong boneka singa itu ialah: igeul ngayun glempang, pasang/kuda-kuda, mincid, padungdung, gugulingan, bangkaret, masang, tendangan dua, cara mundur, kael, ewag, jeblang, depok, solor, sesenggehan, genying, putar taktak, nanggeuy singa, angkat jungjung, ngolecer, simbol, pasagi tilu, terbuka cau, nincak rancatan, dan kakapalan.

Dan, beberapa lagu dimainkan oleh juru kawih untuk menemani tarian umumnya diambil dari kesenian Ketok Tilu, Doger, dan Kliningan, misalnya: Keringan, Kidung, Titipatipa, Gondang, Kasreng, Gurudugan, Mapay Roko, Kembang gadung, Kangsring, Kembang Beureum, Buah Kawung, Gondang, Tenggong Petit, Sesenggehan, Badudud, Tunggul Kawing, Samping Butut, Sireum Beureum, dan lagu Penyeling (Siyur, Tepang Sono, Tahan lama Rajet, Serat Salira, Madu dan Toksin, Pria Dambaan, Goyang Dombret, Warudoyong dan lain-lain).

Atraksi sisingaan ini dilaksanakan sekalian melingkari daerah atau dusun, sampai pada akhirnya balik lagi ke arah tempat sebelumnya. Dan, dengan sampainya beberapa penari pada tempat sebelumnya, karena itu atraksi juga usai.

Nilai Budaya
Seni sebagai gestur jiwa manusia tentunya memiliki kandungan nilai seni, terhitung kesenian tradisionil sisingaan yang ditumbuh-kembangkan oleh warga Ciherang, Kabupaten Subang. Akan tetapi, bila diamati secara dalam sisingaan bukan hanya memiliki kandungan nilai seni semata-mata, tapi ada nilai-nilai yang lain pada gilirannya bisa dijadikan referensi di kehidupan setiap hari untuk warga simpatisannya. Nilai-nilai itu diantaranya ialah kerja-sama, kesolidan, keteraturan, dam kesabaran. Nilai kerja-sama kelihatan dari ada kebersama-samaan dalam melestarikan peninggalan budaya beberapa perintisnya. Nilai kesolidan dan keteraturan tercermin pada suatu pertunjukan yang bisa jalan secara lancar. Nilai usaha keras dan kesabaran tercermin dari kepenguasaan beberapa gerakan tarian. (ali gufron)